Midwifery STIKLA_V!nEl L33 Yu4N
Senin, 31 Maret 2014
Jumat, 21 Maret 2014
Perkembangan gizi diindonesia
Secara umum masalah gizi di Indonesia terutama Kekurangan Energi
Protein (KEP) merupakan salah satu masalah kesehatan anak yang menjadi
problem khusus. Angka kejadian tertinggi terjadi pada anak dibawah usia 5 tahun
(Anonim, Kompas, Mei 2005). Hal ini juga dikarenakan anak–anak
berumur (0–5 tahun balita) adalah termasuk golongan masyarakat rentan gizi
(Sediaoetama,1999).
Beberapa literatur mengungkapkan, bahwa penyebab yang mengakibatkan
terjadinya kurang gizi pada balita adalah kurangnya pengetahuan orang tua akan
bahan makanan yang bergizi serta tidak mengerti bagaimana cara memberi makan
yang benar sehingga asupan gizi kurang. Ditunjang dengan kemiskinan keluarga,
faktor kepadatan penduduk serta faktor sosial budaya dan infeksi (Kartasapoetra
&Marsetyo, 2002).
Tingkat pendidikan atau pengetahuan ibu banyak menentukan sikap dan
perilakunya dalam menghadapi berbagai masalah, misalnya dalam pemberian makanan
pada anak antara lain meliputi kualitas makanan, kuantitas makanan, saat dan
jadwal pemberian makanan serta cara memberikan makanan, termasuk didalamnya
membujuk anak untuk makan.Kekurangan gizi pada anak balita sejak lahir
hingga 3 tahun akan sangat berpengaruh terhadap kualitas sel otaknya.
Gizi kurang pada usia dibawah 2 tahun akan menyebabkan sel otak berkurang 15
–20 %, sehingga anak yang demikian, kelak kemudian hari akan menjadi manusia
dengan kualitas otak 80– 85 %, dan apabila nantinya harus bersaing dengan
anak lain yang berkualitas otak 100 % akan menemui banyak hambatan (Dinkes
Jatim, 2005).
Pengetahuan dan sikap ibu yang kurang tentang makanan bergizi, bisa
terlihat dengan perilaku ibu yang tidak sesuai dengan kesehatan,
diantaranya anak tidak diperbolehkan makan protein dari hewani jika ada luka,
Ibu tidak mau atau kurang sabar didalam membujuk anak untuk mau makan. Bagi ibu
yang habis melahirkan ada larangan makan dengan menggunakan lauk dari protein
hewani dan tidak boleh makan sayur atau minum terlalu banyak, karena
akan berakibat Air Susu Ibu akan berbau amis dan lukanya tidak cepat sembuh (
Wiryo,2002).
Oleh karena itu dalam mencegah kasus ini, kami memberikan program
penyuluhan kepada satu keluarga yang ada di Prancak Glondong tentang gizi pada
balita.
Langganan:
Postingan (Atom)