Jumat, 21 Maret 2014

Perkembangan gizi diindonesia



      Secara umum masalah gizi di Indonesia terutama Kekurangan Energi  Protein (KEP) merupakan salah satu masalah kesehatan anak yang menjadi problem khusus. Angka kejadian tertinggi terjadi pada anak dibawah usia 5 tahun (Anonim, Kompas,   Mei 2005). Hal ini juga dikarenakan anak–anak berumur (0–5 tahun balita) adalah termasuk golongan masyarakat rentan gizi (Sediaoetama,1999).
     Beberapa literatur mengungkapkan, bahwa penyebab yang mengakibatkan terjadinya kurang gizi pada balita adalah kurangnya pengetahuan orang tua akan bahan makanan yang bergizi serta tidak mengerti bagaimana cara memberi makan yang benar sehingga asupan gizi kurang. Ditunjang dengan kemiskinan keluarga, faktor kepadatan penduduk serta faktor sosial budaya dan infeksi (Kartasapoetra &Marsetyo, 2002).
     Tingkat pendidikan atau pengetahuan ibu banyak menentukan sikap dan perilakunya dalam menghadapi berbagai masalah, misalnya dalam pemberian makanan pada anak antara lain meliputi kualitas makanan, kuantitas makanan, saat dan jadwal pemberian makanan serta cara memberikan makanan, termasuk didalamnya membujuk anak untuk makan.Kekurangan gizi pada anak balita  sejak lahir hingga 3 tahun akan sangat berpengaruh terhadap kualitas sel otaknya.  Gizi kurang pada usia dibawah 2 tahun akan menyebabkan sel otak berkurang 15 –20 %, sehingga anak yang demikian, kelak kemudian hari akan menjadi manusia dengan kualitas otak 80– 85 %,  dan apabila nantinya harus bersaing dengan anak lain yang berkualitas otak 100 % akan menemui banyak hambatan (Dinkes Jatim, 2005).   
      Pengetahuan dan sikap ibu yang kurang tentang makanan bergizi, bisa terlihat dengan  perilaku ibu yang tidak sesuai dengan kesehatan, diantaranya anak tidak diperbolehkan makan protein dari hewani jika ada luka, Ibu tidak mau atau kurang sabar didalam membujuk anak untuk mau makan. Bagi ibu yang habis melahirkan ada larangan makan dengan menggunakan lauk dari protein hewani  dan tidak boleh makan sayur atau minum terlalu banyak, karena  akan berakibat Air Susu Ibu akan berbau amis dan lukanya tidak cepat sembuh ( Wiryo,2002).
     Oleh karena itu dalam mencegah kasus ini, kami memberikan program penyuluhan kepada satu keluarga yang ada di Prancak Glondong tentang gizi pada balita.